Tinggalkan komentar

Fiqih Praktis: Zakat Fitrah

Apa Itu Zakat Fitrah?

Ibnu ‘Umar radhiallähu’anhuma mengatakan:

فَرَضَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالأْنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْل خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

“Rasülulläh r telah mewajibkan zakat fitrah berupa 1 sha’ kurma atau 1 sha’ gandum baik atas hamba sahaya maupun orang merdeka, baik laki-laki maupun wanita, baik anak kecil atau dewasa dari kalangan muslimin. Beliau memerintahkannya ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat (‘ied).” [al-Bukhäri: 1503, Muslim: 984]

Dalam riwayat Abu Sa’ïd al-Khudri radhiallähu’anhu [al-Bukhari: 1506], zakat fitrah tersebut bisa berupa tho’äm (makanan), Aqith (susu yang dikeringkan), atau zabïb (kismis). Semuanya masing-masing seukuran 1 sha’.

Satu (1) sha’ sama dengan 4 mud. Satu mud setakar dengan cidukan kedua telapak tangan orang dewasa. Para ulama menegaskan bahwa jenis-jenis makanan yang disebutkan dalam hadits-hadits tentang zakat fitrah, sebenarnya mengacu pada makanan pokok di suatu wilayah. Sehingga untuk daerah lain, penunaiannya bisa diganti dengan beras. Adapun takaran 1 sha’ dalam hadits di atas kurang lebih sama dengan 3 kg. [Majallah al-Buhüts al-Islämiyyah: 17/79-80]

Apa Hukumnya?

Hukum menunaikannya adalah wajib bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan. Kemampuan yang dimaksud adalah jika seseorang memiliki kelebihan makanan pokok bagi diri dan keluarganya di malam dan di hari raya. Dasarnya adalah berikut ini:

من سأل وعنده ما يُغنيه، فإِنّما يستكثر من النّار، فقالوا: يا رسول الله وما يُغنيه؟ قال: قدْر ما يغدّيه ويعشّيه

“Barangsiapa meminta-minta padahal dia memiliki kecukupan, maka pada hakikatnya dia tengah meminta tambahan api neraka. Sahabat bertanya: “Wahai Rasülulläh, apa standar kecukupan tersebut?”. Beliau menjawab: “jika ia sudah punya makanan pokok untuk sehari-semalam.” [Shahïh at-Targhïb wat-Tarhïb: 796]

Zakat fitrah juga diwajibkan atas tanggungan. Misalkan bagi seorang kepala keluarga; maka dia menunaikan zakat fitrah atas dirinya, juga atas semua anggota keluarga yang menjadi tanggungannya masing-masing, termasuk pembantunya. [Al-Mausü’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah: 3/162]

Namun perlu diperhatikan satu hal, bahwa zakat fitrah sejatinya terkait dengan setiap jiwa. Oleh karena itu, seorang bapak sebenarnya tidak wajib menunaikan zakat fitrah untuk anaknya jika si anak memiliki kemampuan. Dalam kondisi demikian, si anaklah yang wajib menanggung zakat fitrah untuk dirinya. [lih. al-Majmü’: 6/108, an-Nawawi]

Apa Hikmahnya?

Ibnu ‘Abas radhiallähu’anhum berkata tentang hikmah disyari’atkannya zakat fitrah:

فرض رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – زكاة الفطر طُهْرةً للصائم، من اللغو والرَّفَث، وطُعْمةً للمساكين، مَن أدّاها قبل الصلاة؛ فهي زكاة مقبولة، ومن أداها بعد الصلاة؛ فهي صدقة من  الصدقات

“Rasülulläh r mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan (jiwa) mereka yang berpuasa (dari perbuatan yang memusnahkan pahala puasa, seperti); ucapan sia-sia, ucapan jorok/porno, dan sebagai makanan bagi oran-orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘ied maka zakatnya diterima. Dan siapa yang menunaikannya setelah shalat ‘ied, maka itu hanya terhitung sebagai sedekah biasa saja.” [Shahïh Sunan Abi Dawud: 1420]

Bolehkah Lebih Dari 3 kg Beras?

Ulama membolehkan penunaian zakat fitrah yang melebihi kadar ketentuan. Namun kelebihan tersebut bukan dianggap sebagai keharusan melainkan sebagai sedekah tambahan saja. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, termasuk Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahumulläh. Adapun jika kadarnya kurang dari ketentuan, maka ulama sepakat tidak membolehkannya. [Al-Mausü’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah: 3/164]

Bolehkah Menggantinya dengan Uang?

Al-Imäm an-Nawawi rahimahulläh berkata:

ولم يُجز عامّة الفقهاء إِخراج القيمة

“Mayoritas ahli fiqih tidak membolehkan zakat fitrah diganti dengan uang yang senilai.” [Syarh an-Nawawi: 7/60. al-Wajïz hal. 224, Syaikh ‘Abdul’azhim]

Dalam artian, penunaiannya harus dalam bentuk makanan pokok (misal: beras). Di zaman Nabi, mata uang sudah ada dan lumrah, namun beliau tidak memerintahkan penunaian zakat fitrah dengan uang, demikian juga para sahabat setelah beliau, selalu menunaikan zakat dengan makanan pokok. Karena memang, zakat fitrah adalah ibadah tersendiri yang berbeda dengan zakat mäl (harta). Masing-masing punya aturan sendiri-sendiri. [lih. Majallah al-Buhüts al-Islämiyyah: 17/79-80]

Kemudian jika kita menelaah lebih dalam lagi tentang hikmah zakat fitrah sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu ‘Abbäs di atas, maka akan tampak jelas bahwa zakat fitrah ditujukan untuk menutupi kebutuhan pokok orang-orang miskin dari sisi pangan. Itulah sebabnya mengapa Allah mewajibkannya dalam bentuk makanan pokok. Zakat fitrah terkait dengan badan, bukan harta. Sama dengan kafarat sumpah, kafarat haji, kafarat zhihär, kafarat jima’ di siang hari Ramadhän, semua itu terkait dengan badan, maka Allah-pun mensyari’atkannya dengan makanan. [lih. Al-Mausü’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah: 3/165]

Kapan Waktu Penunaiannya?

Waktu paling afdol mengeluarkan zakat fitrah adalah di pagi hari raya, sebelum orang-orang menuju tempat shalat ‘ied. Boleh juga sejak awal mewakilkan penunaian zakat kepada sebuah lembaga dengan syarat panitia atau lembaga tersebut akan menyalurkannya kepada yang berhak sehari atau dua hari sebelum ‘ied. Dalam sebuah hadits dari Ibnu ‘Umar disebutkan bahwa:

وكانوا يُعطَون قبل الفطر بيوم أو يومين

“Mereka (para sahabat) menyerahkan zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum ‘ied.” [al-Bukhäri: 1511]. Dalam riwayat Imam Mälik (1/55/285): “…atau 3 hari sebelum ‘ied”.

Sebagian ulama bahkan mengatakan bahwa zakat fitrah yang dikeluarkan (langsung kepada fakir miskin) seminggu sebelum ‘ied, maka zakat tersebut tidak sah dan harus dikeluarkan ulang. [Isläm Su-äl wa Jawäb no. 81164]

Bagaimana Jika Tidak Dikeluarkan pada Waktunya?

Zakat fitrah wajib ditunaikan sebelum shalat ‘ied. Namun jika seseorang—karena adanya uzur—terlewatkan menunaikannya, maka kewajiban tersebut tidak otomatis gugur. Dia tetap wajib menunaikan zakat tersebut setelah ‘ied. Karena sebuah kewajiban yang terhalang akibat adanya uzur, maka wajib ditunaikan setelah uzur itu hilang. Demikian fatwa Imam Ibnul ‘Utsaimïn rahimahulläh [Majmü’ Fatäwa Ibn. ‘Utsaimïn: 20/271]

Diberikan Untuk Siapa?

Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbäs yang menyebutkan bahwa zakat fitrah adalah “Thu’matan lil-masäkïn” (makanan bagi orang-orang miskin), maka banyak ulama menegaskan bahwa zakat fitrah hanya boleh disalurkan kepada orang miskin. Ibnul Qayyim rahimahulläh berkata:

وكان من هديه – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – تخصيص المساكين بهذه الصدقة

“Di antara petunjuk Rasülulläh r (dalam hal zakat fitrah) adalah; penyalurannya hanya terbatas pada orang-orang miskin saja”. [lih. Tamämul Minnah hal. 387]

Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah; Ibnu Taimiyyah (Majmü al-Fatäwa: 25/73), dan as-Syaukäni (as-Sail al-Jarrär: 2/86-87). Dan inilah pendapat yang benar karena lebih dekat kepada dalil. Atas dasar ini pula, maka zakat fitrah tidak boleh diuangkan untuk keperluan yang lain, termasuk untuk membangun masjid. Karena Allah peruntukkan zakat fitrah hanya untuk orang-orang miskin. Adapun untuk pembangunan masjid, masih banyak potensi lain yang bisa diupayakan untuk menopangnya, seperti; wakaf tunai.

Jika di suatu daerah tidak ada orang miskin, maka zakat fitrah boleh diserahkan dalam bentuk uang kepada lembaga yang akan menyalurkannya dalam bentuk makanan pokok bagi orang-orang miskin di tempat lain pada waktunya. [al-Fatäwa al-Jibriniyyah, hal. 33, Isläm Su-äl wa Jawäb no. 10526]

Bolehkah Diberikan Kepada Orang Kafir?

Sedekah yang sifatnya wajib seperti zakat, tidak boleh diserahkan kepada non-muslim sekalipun ia miskin. Namun boleh memberi mereka sedekah yang sifatnya tidak wajib. Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri rahimahulläh bahwa beliau berkata:

ليس لأهل الذمّة في شيء من الواجب حقّ، ولكن إِنْ شاء الرجل تصدَّق عليهم من غير ذلك

“Tidak ada hak bagi kafir dzimmi untuk memperoleh sedekah yang wajib (termasuk zakat fitrah), namun jika seseorang berkeinginan, dia bisa bersedekah kepada kafir dzimmi tersebut dari sedekah lain (yang tidak wajib).” [lih. Al-Mausü’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah: 3/170]

***

Lombok, 15 Ramadhan 1437 | 21062016
Abu Ziyan Johan Saputra Halim

Page: fb.com/kristaliman
Channel: telegram.me/kristaliman

Tinggalkan komentar